THE ECONOMIC SYSTEM IN CONTEMPORARY ISLAMIC THOUGHT (SISTEM EKONOMI MENURUT PEMIKIRAN ISLAM KONTEMPORER)

THE ECONOMIC SYSTEM IN
CONTEMPORARY ISLAMIC THOUGHT

(SISTEM EKONOMI MENURUT PEMIKIRAN ISLAM KONTEMPORER)



Sejak akhir tahun 1940, khususnya pada pertengahan tahun 1960 banyak sekali selebaran berupa pamflet, artikel dan buku yang memperlihatkan kecenderungan meningkatnya bentuk kumpulan tulisan tentang sesuatu yang sekarang dikenal dengan istilah Ekonomi Islam. Literatur tersebut, sebagaimana dinyatakan oleh para ahli yang menyebut dirinya dengan Ahli Ekonomi Islam, dimaksudkan sebagai format cetak biru sistem ekonomi yang sesuai dengan sumber-sumber Islam yang asli. Adapun dasar gagasan utama dari sistem tersebut adalah bahwa setiap individu dalam melaksanakan aktrifitas ekonominya senantiasa disesuaikan dengan tatanan norma perilaku yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Sunnah. Sedangkan dua dasar gagasan utama lain yang ditawarkan adalah zakat -sejenis pajak yang dianggap sebagai dasar kebijakan fiskal dalam Islam-, dan larangan bunga (riba) yang dianggap sebagai centerpiece (titik sentral) kebijakan moneter dalam Islam. Dan sebagian besar ahli ekonomi islam banyak mencurahkan pemikirannya ke dalam tiga hal tersebut –yaitu norma perilaku, zakat dan larangan bunga- sebagai sokoguru (pilar) sitem ekonomi islam.
Ada beberapa orang pengamat telah menyatakan keberatannya bahwa klaim dan rancangan para ahli ekonomi islam hanya berbasis pada wahyu Tuhan yang tidak terbantahkan, dan yang demikian telah dibantah oleh Timur Kuran dengan menyatakan bahwa para ahli ekonomi Islam sebagaimana halnya dengan para ilmuwan sosial sekuler, senantiasa membangun pemikiran-pemikiran yang ditunjang atas dasar logika, teori keilmuan dan bukti-bukti empiris. Maka tidak benar, jika semua konsep pemikiran ekonomi islam yang telah dirancang oleh para ilmuwan muslim hanya semata-mata didasarkan pada wahyu Tuhan tanpa ditopang dengan logika, teori keilmuan ataupun bukti-bukti empiris.



NORMA-NORMA TINGKAH LAKU

Dalam kerangka pikir sistem ekonomi islam, setiap individu senantiasa diarahkan untuk berperilaku sesuai dengan norma-norma tingkah laku yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Sunnah. Pendidikan islam telah menjamin standar istimewa perilaku setiap orang dengan beberapa norma aturan yang cenderung dipaksakan, utamanya adalah yang didasarkan pada suara hati (kesadaran) setiap individu yang sesungguhnya. Aturan prinsip dari norma-norma tersebut adalah membentuk setiap individu sebagai anggota masyarakat muslim menjadi homo islamicus (manusia yang islami), yaitu memiliki tanggungjawab sosial dan berjiwa altruistik (senantiasa mengutamakan orang lain). Sikap dzolim dan sikap tamaknya homo economicus (manusia ekonomi) para ahli ekonomi neoklasik tidak serupa dengan sikap kedermawanan homo islamicus dalam melindungi dan memelihara keinginan seseorang dari godaan dan bujukan orang lain. Oleh karenanya, Afzal-ur-Rahman, pengarang buku “A Trilogy on The Islamic System” menyatakan bahwa norma-norma atau aturan-aturan Islam telah memberikan solusi praktis dalam menghadapi problematika ekonomi modern.
Norma-norma Islam di bidang ekonomi dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu norma produksi, termasuk di dalamnya aktifitas perniagaan dan norma konsumsi. Adapun mengenai kategori pertama, sistem Islam telah menjelaskan bahwa seorang muslim bebas berproduksi dan berniaga untuk mendapatkan keuntungan pribadi, namun kebebasan yang diberikan bukan tanpa batas melainkan harus senantiasa mempertimbangkan kepentingan orang lain. Di samping itu, yang bersangkutan juga dituntut sedini mungkin untuk tidak berlaku sewenang-wenang dalam usahanya. Artinya harus senantiasa memperhatikan upah yang adil bagi pekerja, harga yang rasional dan keuntungan yang normal, dan artinya juga yang bersangkutan dilarang melakukan tindakan spekulasi dan monopoli atau melakukan transaksi-transaksi lain seperti kontrak asuransi atau transaksi lain yang tidak jelas yang mengandung unsur perjudian, ketidakpastian dan eksploitasi.
Sedang dalam hal aturan aktifitas konsumsi, setiap individu muslim dibatasi oleh tiga hal, yaitu pertama, setiap individu muslim tidak boleh melakukan aktifitas pemanfaatan sumberdaya terlarang (baca : berbuat maksiat) seperti perzinaan atau komoditas lain seperti anggur yang mana kesemuanya dianggap terlarang oleh agama; kedua, setiap individu muslim harus bersikap hemat dan tidak berlebih-lebihan, karena salah satu dampak yang ditimbulkan dari perilaku hemat dalam mengkonsumsi adalah eliminasi problematika kelangkaan yang langsung dapat menurunkan agregat permintaan dan di sisi lain dapat mencegah terjadinya inflasi; ketiga, setiap individu muslim harus dapat bersikap dermawan terhadap sesama anggota masyarakat muslim lainnya yang kurang beruntung (baca : kaum dhu’afa). Dalam hal ini, seorang ahli ekonomi islam telah memberikan catatan khusus, bahwa idealnya dari sikap tersebut bukan hanya terletak pada pemberian dari mereka yang memililki kelebihan…penghasilan daripada pengeluarannya melainkan juga semangat untuk sama-sama berkorban dan saling berbagi atas apa yang dimiliki jika ada yang lebih membutuhkan.
Singkatnya adalah bahwa prinsip mendasar keseluruhan bentuk norma adalah menghidupkan sikap altruisme, karena segala problema sosial akan dapat dipecahkan manakala setiap individu dapat mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadinya.

ZAKAT
Aspek mendasar dari adanya pemberlakuan kewajiban zakat sebagaimana dinyatakan oleh para ahli ekonomi islam adalah bahwa zakat diambilkan dari sebagian harta kekayaan dan sumber penghasilan untuk menjaga stabilitas ekonomi. Dalam prakteknya, penerapan zakat ini dibarengi pula dengan pemberlakuan berbagai macam pajak seperti ushr, dan lainnya yang dikumpulkan dengan menggunakan beberapa istilah.
Adapun harta kekayaan yang dikenai kewajiban zakat adalah terdiri dari barang logam berharga dan ternak dengan nisab (ketentuan minimum) yang berbeda. Sedangkan orang-orang yang berhak memperoleh zakat ada beberapa kategori, yaitu kaum fakir, miskin, pengangguran, anak yatim piatu, budak, musafir, orang yang terlilit hutang, muallaf dan amil.
Fungsi zakat sangat dominan dalam mempengaruhi penghasilan masyarakat dan menjadi pusat layanan jaminan sosial. Lain daripada itu, zakat juga dapat merangsang permintaan selama para ashnaf (yang menerima zakat) relatif dapat membatasi kecenderungan hatinya dalam mengkonsumsi. Dalam hal ini pula, zakat dapat dijadikan sebagai pajak alternatif, hanya saja para ahli ekonomi islam memandang bahwa yang demikian kurang tepat karena zakat dominan dengan aspek fitrah agama. Dan dalam hal ini Afza-ur Rahman berpendapat bahwa pada kenyataannya zakat dibayarkan adalah untuk mencari ridho Allah semata sehingga mereka dapat memanfaatkan hartanya dan meningkatkan daya produktifitasnya dalam berusaha dengan sebaik-baiknya sehingga jika mereka dapat memiliki harta kekayaan yang mencukupi maka mereka tidak akan lalai membayar zakat sebagai ungkapan syukur kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan.

LARANGAN BUNGA (RIBA)
Sebagaimana kita ketahui, sepanjang sejarah, permasalahan institusi bunga sebagai sumber potensial masih menjadi perdebatan di mana-mana, bahkan sampai detik ini juga. Dunia Barat dengan kecerdikannya telah memisahkan kedudukan moral dengan bidang ekonomi dan mempergunakan jasa bunga. Dan sekarang, penerapan konsep bunga telah meluas dan bersifat permanen, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sistem ekonomi global, meskipun banyak hal-hal controversial yang ditimbulkan dalam mengatasi factor yang menentukan di bidang perekonomian sehingga dapat menjaga optimalisasi nilai harga.
Dalam hal ini, sekolah-sekolah ekonomi islam lebih banyak memiliki pandangan bahwa konsep bunga adalah bukan sesuatu yang tidak dapat dihindari dan bukan tidak dapat dimusnahkan, dan al-Qur’an secara tegas melarang bunga. Ada beberapa masalah yang timbul berkaitan dengan hal bunga, antara lain adalah adanya perolehan uang atau modal tanpa adanya usaha, proses pemindahan harta kekayaan dari si miskin kepada si kaya melalui penambahan yang tidak berimbang dalam distribusi kekayaan dan bunga telah merubah perilaku seseorang menjadi cenderung mencintai uang secara berlebihan serta gemar menimbun harta sehingga menjadi orang yang egois, keras hati, kikir dan berpikiran sempit.
Lain daripada itu, bentuk keburukan lain yang ditimbulkan oleh konsep bunga adalah terampasnya akses masyarakat dalam bekerja, maraknya usaha-usaha kaum lintah darat (rentenir) dan menyebabkan dunia perbankan melakukan tindakan-tindakan yang tidak produktif dalam penggunaan modal.

BEBERAPA KRITIK DAN SARAN DARI TIMUR KURAN
Dari beberapa tulisan Timur Kuran tentang tiga pilar utama dalam sistem ekonomi Islam, yaitu norma-norma perilaku, zakat dan larangan bunga (riba) ada beberap kritik dan saran yang patut kami sampaikan, antara lain adalah sebagai berikut :

A. Norma-norma Perilaku :
1. Implikasi norma-norma dalam sistem islam cenderung mendua dalam beberapa sumber tekstualnya yang sering dijadikan sandaran dalam tataran praksis, hal ini disebabkan adanya perbedaan interpretasi terhadap norma-norma yang relevan dalam suatu kondisi dan ketidakjelasan norma yang baku telah mempengaruhi sikap dan persepsi mereka ketika terjadi perubahan sewaktu-waktu. Oleh karenanya harus ada rancang bangun prinsip-prinsip keadilan yang sama dan efisien berikut aplikasinya;
2. Penerapan norma-norma islam dalam masyarakat modern harus senantiasa memperhatikan hubungan timbal balik antara ukuran besar-kecilnya komunitas dan efektifitas norma altruisme. Untuk itulah diperlukan adanya rintisan pembentukan jaringan tim kerja yang solid dalam membangun tatanan dan jalinan antara daerah-daerah kediaman masyarakat yang tersebar luas dengan memulai dari masing-masing individunya;
3. Meningkatkan peran negara dalam penerapan dan sosialiasasi norma-norma sistem ekonomi islam, khususnya dalam melegitimasi kegiatan-kegiatan bisnis yang sesuai dengan syari’at atau yang bertentangan dengan syari’at.

B. Kewajiban Zakat :
1. Distribusi zakat bukan dari orang miskin kepada orang kaya;
2. Cakupan zakat sangat terbatas, hanya sesuai pada zaman Rasulullah saw. Padahal kehidupan perekonomian senantiasa tumbuh dan berkembang, maka penerapan kewajiban zakat harus dapat mencapai seluruh sumber penghasilan yang riil di kalangan masyarakat dan tidak terbatas pada apa yang telah ditentukan oleh kitab-kitab fikih terdahulu, artinya ada ijtihad tentang harta yang dikenai kewajiban zakat selain dari yang sudah ada;
3. Nisab zakat sebaiknya dengan prosentase uang, studi kasus di negara Malaysia dan Arab Saudi.

C. Larangan Bunga :
1. Larangan bunga dapat diterapkan secara efektif di kalangan komunitas yang besar dan heterogen;
2. Penerapan pola hitung bagi hasil melalui prinsip mudharabah sebagai alternatif bank yang meniadakan bunga;
3. Setiap ahli ekonomi islam harus mampu menjabarkan secara kontekstual isi kandungan al-Qur’an sebagai kitab prinsip-prinsip moral dalam Islam;
4. Harus ada keseriusan dari kalangan ahli ekonomi islam dalam menggali cetak biru nilai-nilai ekonomi islam yang terkandung dalam al-Qur’an dan al-Sunnah kemudian direalisasikan secara komprehensif dalam kerangka ekonomi.