Pilkada Jambi dan harapan masyarakat miskin kota Jambi

Pilkada 2005 dan harapan kaum miskin di perkotaan Jambi.
oleh :Sucipto, MA

Pilkada  walikota jambi akan telah dimulai, bagaimanapun kaum-kaum politisi mulai melakukan gerilya politik bervarian, mulai dari medesak untuk bersumpah bagi siapa yang terlibat dalam team sampai ke para voter-voter yang akan  meilih nantinya.. tetapi tulisan ini akan melihat the other side of interest dari masyarakat jambi yang masih perlu untuk di kembangan.

Tulisan pheni khalid tentang polisi cepek (2001) yang menginsipirasi tulisan ini, Sopir angkot adalah sebuah pekerjaan di sector informal, pekerjaan ini yang dalam kesehariannya lebih ditujukan pada pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Hampir dapat dipastikan bahwa pembicaraan tentang sopir angkot sering dikaitkan dengan kemiskinan. Dengan kata lain, potensi ekonomi mereka lemah dan kurang mempunyai kemampuan untuk memperbaiki kondisi dan lingkungan hidup. Ada kecendrungan mereka pasrah serta apatis menghadapi masa depan dan menyerah pada nasib (lewis, 1969). Oleh karena itu, dalam perencanaan penataan ruang perkotaan keberadaan mereka cenderung diabaikan, sehingga kepentingan mereka sering dikorbankan untuk kepentingan masyarakat kota yang lain.
Kaum miskin di kota bekerja keras, mempunyai aspirasi tentang kehidupan yang baik dan motivasi untuk memperbaiki nasib. Upaya yang mereka lakukan adalah menciptakan lapangan pekerjaan sendiri dan berusaha memperbaiki nasib dengan berupaya beralih dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain (Sethuraman, 1981: 198; breman, 1985: 1740). Golongan miskin, meskipun sebagian besar mencari nafkah di sector informal, penghasilan keluarga mereka tidak jauh berbeda dengan kelompok bawah pekerja sektor formal. Atas dasar pandangan ini maka potensi ekonomi mereka perlu dipertimbangkan dalam proses pembangunan perkotaan.
Struktur Pekerjaan.
Pekerjaan merupakan variabel paling sulit diterangkan dan dikelompokkan karena begitu beranekaragam, terutama bagi masyarakat miskin yang urban di perkotaan.
Ada dua hal yang perlu dijelaskan dalam tulisan ini dengan mengklasifikasi pekerjaan. Pertama, klasifikasi ISCO tidak membedakan antara pegawai negeri dan pegawai swasta untuk jenis pekerjaan yang sama. Kedua, status pekerjaan diperhatikan secara khusus dalam analisis. Dalam hal ini dibedakan antara mereka yang bekerja untuk pemerintah atau perusahaan.
Sopir taksi dan sopir angkot (yang bekerja untuk seorang majikan dengan system pembayaran berdasarkan setoran) dan sopir mobil, bis atau truk yang bekerja untuk perusahaan dengan gaji yang dibayar menurut setiap perjalanan atau secara tetap setiap minggu atau bulan. Kedua kelompok sopir ini diduga mempunyai tingkat dan stabilitas penghasilan serta jam kerja yang berbeda. Sopir angkot agak cocok dikelompokkan sebagai sector informal daripada formal. Dapat ditambahkan bahwa karena pentingnya tukang ojek di kota-kota, kelompok ini diberikan kode khusus sebagai pekerja angkutan.
Masalah social-ekonomi sopir
Sebuah tradisi yang selalu dirasakan dalam dunia sopir, dimana komunitas sopir ini lebih suka berkumpul dalam lingkup etnis masing-masing, sifat kedesaannya yang dibangun membuat mereka sering tertutup dengan masyarakat lain, pergaulan atas dasar kepentingan ekonomi semata bila mereka bergaul dengan kelompok yang lain.
Kaum miskin di perkotaan biasanya timbul, tumbuh dan berkembang disebabkan secara politik terpinggirkan, seringkali mereka dianggap sebagai sebuah penyangga dalam system kekuasaan, bangunan sistem jauh sekali dari nilai nilai kemanusian namun terkadang apakah dapat dianggap adil jika kita telah memberi 0,00..% kekuasaan dan kekayaan kita, jauh lebih kecil nilainya dari apa yang pernah kita dapatkan dari mereka, dan pendapatan itupun terkadang kita lupa.
Dampak industrialisasi di pedesaan beberapa decade ini membantu akselarisasi urbanisasi, akan juga berpengaruh pada pembentukan struktur ruang kerja informal tidak sah dengan peningkatan ruang kerja tersebut telah melampaui batas dan mengkhawatirkan.
Peningkatan untuk beberapa tahun terakhir ini, mengakibatkan pada permintaan bursa kerjanya, yang dalam hal ini telah menciptakan kesulitan yang mendalam bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan sector ini. Kesulitan ini berkaitan masalah penangganan dengan pendekatan memberikan peluang kerja, PKT, JPS dan maupun dari instansi-instansi social lainnya ternyata belum mampu menciptakan bursa kerja informal baru yang sah.
Apalagi berkenaan dengan upaya pengembangan dan penguatan masyarakat, lemahnya pilihan taktis dan strategis dalam upaya pemecahan problem kaum miskin di perkotaan, sehingga yang terjadi justru penegakan kepentingan elit dan lebih mengejar target sisal-ekonomi-politik saja dan pemecahan masalahpun terkesan setengah hati.
Kaum-kaum miskin di perkotaan, dengan beberapa masalah, cita-cita atau impian mereka, di antara masalah dan impian itu adalah ;
1. Kelembagaan di tingkat mereka yang masih lemah dengan kemampuan personal yang belum mengerti arah, tujuan, harapan dan cita-cita hidup dan sulit mengangkat martabat dan status social mereka.
2. Kaum miskin kota belum mampu mandiri untuk mengangkat status social-ekonomi mereka sehingga cenderung ketergantungan pada pihak-pihak pemilik modal, sedangkan para pemilik modal memiliki kecenderungan mendiskriminasi, melecehkan, memaksa yang jauh dari nilai-nilai kemitraan dan kemanusian dimana yang seharusnya antara pemilik modal dan pihak pekerja adalah mitra.
3. Kebutuhan akan Penguatan komunitas secara lembaga dan personal bertujuan agar di masa yang akan datang masalah-masalah diskriminasi kebijakan yang terjadi di komunitas ini akan berubah dan masyarakat miskin di perkotaan bisa berdaya dan mandiri.
Masyarakat miskin diperkotaan itu unik dengan berbagai problematika sosialnya, perlu untuk dikupas akar masalah dan merumuskan solusi terbaik bagi kesejahteraan mereka, mengembangkan system nilai solidaritas sosial sebagai agenda terpenting para candidat yang terpilih nantinya pasca pilkada.
Pasca Pilkada ini diharapkan dapat memberi nuansa baru dalam gerakan pemberdayaan masyarakat akar rumput, lihat saja salah satu yang kita anggap masyarakat akar rumput yaitu komunitas sopir angkot.